Resensi Novel Bidadari-Bidadari Surga

 

 

Terbawa ke Lembah Lahambay

Judul novel : Bidadari-Bidadari Surga

Pengarang : Tere Liye

Penerbit : Penerbit Republika

Tahun terbit : 2008

Tebal : vi+363 halaman


Tere Liye lahir pada tanggal 21 mei 1979, ia berasal dari Sumatera Selatan dan merupakan anak ke enam dari tujuh bersaudara, nama aslinya adalah Darwis, Tere Liye merupakan nama populernya yang diambil dari bahasa India yang artinya untukmu, Ia merupakan mahasiswa lulusan fakultas ekonomi Universitas Indonesia. Hingga saat ini  Tere Liye telah melahirkan 14 karya yang best seller dan diantara semua karyanya ada beberapa novel yang difilmkan seperti Bidadari-bidadari Surga, Hafalan Shalat Delisa (2005), Moga Bunda disayang Alloh (2005). Novel Bidadari-Bidadari Surga merupakan karya Tere Liye yang ketujuh. Tere Liye yang telah merangkai buku setebal 368 halaman ini mampu membuat saya merasakan berbagai macam atmosfer kehidupan keluarga kecil yang tinggal di sebuah desa pedalaman, senang, susah, canda dan air mata tergambar jelas. Satu persatu kisah dari lima bersaudara yang hanya tinggal bersama ibu mereka di rumah peot itu dipaparkan.

Novel ini menceritakan tentang perjuangan seorang Gadis bernama Laisa yang merupakan kakak tertua dalam keluarganya,  ia memiliki 4 orang adik yang pertama bernama Dalimunthe, kedua Ikanuri, ketiga Wibisna dan yang terakhir Yashinta. Laisa bukanlah kakak kandung ataupun anak kandung dari mamak Lainuri, Laisa merupakan anak tiri dari Mamak Lainuri.

Laisa rela berkorban memutuskan untuk tidak bersekolah karena ayah tirinya meninggal dunia oleh ulah harimau dihutan, ia harus menjadi tulang punggung keluarga, Laisa dan keluarganya tinggal dilembah Lahambay.

Laisa merupakan gadis yang digambarkan buruk rupa tidak seperti keempat saudaranya yang cantik dan tampan, namun ia memiliki hati yang amat mulia rela berkorban demi menyekolahkan ke empat adiknya, Laisa merupakan seorang petani jagung, namun pada suatu hari ia mendengar percakapan mahasiswa kedokteran yang sedang KKN seusai mengobati Yashinta yang sakit, bahwa desanya ini sangat bagus suhu dan iklimnya untuk menanam stroberi, akhirnya Laisa mengajak mamak Lainuri dan ke empat adiknya untuk melakukan terobosan menanam buah stroberi dikampungnya, akhirnya semua perjuangannya berbuah hasil, Laisa berhasil menjadi pengusaha stroberi yang sukses hingga bisa menjadikan adik-adiknya lulus kuliah menjadi orang-orang yang hebat bahkan Dalimunthe berhasil menjadi profesor.

Seiring berjalannya waktu adik-adik Laisa bertumbuh dewasa dan menemukan jodohnya masing-masing, hal ini berbanding terbailk dengan Laisa yang hingga saat ini sulit mendapatkan jodoh, namun merekan segan untuk melangkahi kak Lais untuk menikah. Namun kak Lais menasihati mereka untuk menikah saja. Hingga suatu waktu kak Laisa ternyata menderita kanker paru-paru dan ia menyembunyikan dari keempat adiknya hanya Mak Lainuri saja yang mengetahuinya, ketika semua adiknya tidak berada dirumah, penyakit Laisa bertambah parah hingga akhirnya mak Lainuri mengirimkan pesan ke empat adiknya agar segera pulang, dan akhirnya saat mereka semua berkumpul dan Kak Laisa pun meninggal dunia dengan senyum, dalam novel ini meyakinkan bahwa kak Laisa menjadi bidadari surga seperti epilog dalam novel ini.

“Wahai, wanita-wanita yang hingga usia 30, 40, atau lebih dari itu, tapi belum juga menikah (mungkin karena keterbatasan fisik, kesempatan, atau tidak pernah “terpilih” di dunia yang amat keterlaluan mencintai materi dan tampilan wajah). Yakinilah, wanita-wanita salehah sendiri, namun tetap mengisi hidupnya dengan indah berbagi, berbuat baik, dan bersyukur, kelak di hari akhir sungguh akan menjadi bidadari-bidadari surga. Dan kabar baik itu pastilah benar, bidadari surga parasnya cantik luar biasa.”

 

Kelebihan buku

Novel ini sangat menyentuh, emosional, dan inspiratif. Keseluruhan cerita sangat menarik. Pembaca seolah dibawa masuk ke cerita, merasakan apa yang diceritakan penulis.

·       Terdapat bahasa-bahasa kiasan.

·       Terdapat dialog-dialog yang membuat pembaca semakin menyelami perasaan-perasaan tokoh.

·      Terdapat nilai-nilai religius agama Islam seperti potongan-potongan ayat Al-Quran yang tentu saja dapat diambil hikmahnya.

·       Terdapat banyak wawasan dan ilmu baru yang dicantumkan.

 

Kelemahan buku

·       Gaya bahasa dalam Novel ini agak memusingkan.

·       Banyak bagian-bagian yang menggantung karena memakai bahasa kiasan.

·   Alur maju mundur yang jarak diantaranya terlalu cepat dan begitu rapat membuat pembaca sedikit kebingungan memahami isi cerita. Akan membingungkan jika pembaca tidak teliti.

      Novel ini yang terasa sedikit janggal adalah mengenai sudut pandang penulis. Terdapat kerancuan pada penempatan posisi penulis dalam cerita ini terkadang tidak ada korelasi dengan jalan cerita.

 

Novel ini masih menjadi novel kesukaan saya dari semua novel yang saya pernah baca. Setiap kata dan kalimatnya seolah membuat saya benar-benar dibawa dalam cerita, dan merasakan perasaan-perasaan masing-masing tokoh. Namun berdasarkan kekurangan yang telah dikemukakan, sebaiknya gaya bahasanya lebih konsisten terhadap panggilan Laisa, dan penulis sebaiknya lebih bisa menempatkan diri untuk penyampaian hubungan penulis dengan laisa dapat disampaikan pada latar belakang bukan didalam alur cerita.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar