Bukan Permen Karet Biasa

 

Menjadi kaya dan bisa membeli apapun yang ia inginkan memang jadi impian beberapa orang. Tapi, apakah dengan menjadi kaya hidup kita akan terus bahagia? Mungkin untuk sebagian kalangan manusia uang adalah segalanya. Uang dapat membuat kita bahagia, apakah benar?

 

Di sebuah wilayah terpencil di kota Malang, ada sebuah keluarga yang miskin terdiri dari empat anggota keluarga. Terdiri dari Pak Anton, Bu Lita, Shella, dan Arkan. Dahulu sebelum keluarga Pak Anton bangkrut, ia adalah seorang manager di sebuah perusahaan ternama. Tetapi, karena terlibat suatu masalah yang sampai saat ini dia tidak ketahui, perusahaan tersebut mengalami bangkrut dan atasan dia terpaksa memecat Pak Anton dengan niat agar dia tidak terlibat dalam masalah yang muncul. Bu Lita sebagai istrinya yang hanya seorang ibu rumah tangga hanya bisa ikhlas dan menerima keadaan yang terjadi. Lalu, bagaimana dengan anak-anak mereka? Anak-anak mereka pun tidak tahu harus berbuat apa karena melihat umur mereka yang masih muda dan tetap harus melanjutkan sekolah mereka. Shella sebagai anak sulung berumur 17 tahun dan sang adik Arkan berumur 14 tahun. Seiring berjalannya waktu mereka pun sedikit menerima keadaan menjadi miskin ini dengan seorang kepala keluarga bekerja menjadi komikus dengan gaji yang tak seberapa.

 

Lain halnya dari keluarga miskin tersebut, ada sebuah keluarga yang sangat berada bahkan rumahnya mungkin 20 kali lipat dari rumah Arkan. Di keluarga ini terdapat tiga anggota keluarga terdiri dari Pak Herry, Bu Dessy, dan Ryan. Ryan seumuran dengan Arkan dan mereka berdua merupakan teman sekelas. Ryan dapat dibilang sangat beruntung dapat lahir dari keluarga yang sangat kaya. Ayah Ryan seorang direktur utama di perusahaan warisan keluarganya, sedangkan Bundanya seorang fashion designer ternama. Tetapi, apakah keluarga Ryan dapat menjadikan seseorang iri dan ingin menjadi dirinya? 

 

Dua tahun kemudian, Arkan dan Ryan masuk ke jenjang sekolah menengah atas dan ternyata mereka satu sekolah. 

“Bapak Ibu, Arkan berangkat sekolah dulu ya!” teriak Arkan yang sudah di ujung pintu.

“Nak, habiskan dulu itu sarapanmu!” kata Ibu saat melihat anaknya yang ingin berangkat sekolah.

“Sudah kenyang bu. Arkan harus buru-buru karena ini hari pertama Arkan sekolah,” balas Arkan.

“Hey, jangan lupa belajar yang benar dan jangan sia-siakan beasiswa yang sudah kau dapat!” ujar kak Shella.

“Tenang saja, aku ga akan menyia-nyiakan beasiswa yang sudah kudapatkan,” balas Arkan kepada sang kakak.

 

Saat melihat anaknya sudah ingin membuka pintu, Pak Anton bergegas menghampiri anaknya tersebut.

“Nak Arkan, tunggu dulu. Ini ada uang untuk kamu beli jajan di sekolah nanti,” ujar sang Bapak.

“Tidak usah Pak, aku sudah bawa bekalku dan itu uangnya buat ditabung saja,” ujar Arkan yang tak enak hati ingin menerima uang dari sang bapak.

“Tidak papa, ini Bapak sisihkan memang untung uang sangu kamu ke sekolah. Ini ambil saja sudah daripada kamu telat,” ujar Pak Anton bersikeras ingin memberi uang sangu kepada anaknya.

“Ya sudah, terima kasih Pak. Arkan akan bersungguh-sungguh belajar di sekolah nanti. Kalau gitu Arkan berangkat dulu ya. Assalamualaikum,” pamit Arkan.

“Waalaikumussalam,” jawab kompak sekeluarga.

 

Di sisi lain, Ryan sedang dalam perjalanan menuju ke sekolah bersama asisten pribadinya. 

“Tuan muda, tadi saya diamanahi untuk menyampaikan bahwa sepulang sekolah anda akan ikut saya ke kantor Pak Herry,” ujar sang asisten.

Mendengar perkataan asistennya tersebut, Ryan hanya berdehem karena sudah tahu pasti akan disuruh ke sana.

“Hm, oke,” ujar Ryan.

 

Beberapa waktu kemudian, sudah masuk waktu istirahat. Ryan segera ke kantin bersama teman se-gang nya yang sudah mengajaknya tadi. Arkan pun juga ke kantin bersama teman sewaktu smp yang ternyata satu sekolah lagi dengannya.

 

Tiba-tiba, ditengah perjalanan menuju kantin Arkan ditarik oleh Elang yang merupakan teman Ryan ke sudut sekolah. Ternyata, di sana dia dimintai uang oleh Elang dan teman-temannya. Arkan sudah menolak tetapi malah memicu amarah Elang dan bermain kasar dengan Arkan. Saat Elang ingin menampar Arkan lagi, tiba-tiba Ryan muncul dan berkata, “Sedang apa kau, kenapa Arkan ditampar begitu?” 

“Hehe, tidak Ryan. Aku hanya menagih uang karena dia mengambil uangku,” ujar Elang tanpa berdosa.

“Tapi aku tidak percaya, pasti kau akan memalak uang dari si miskin ini kan?” tanya Ryan.

“Tidak, Ryan. Dia berbohong!” ujar Elang.

“Sudahlah tidak ada gunanya memalak dari dia. Lagian mana mungkin si miskin ini punya uang. Ayo kita pergi saja!” ajak Ryan.

 

Entah apa yang dilakukan Ryan barusan, apakah dia habis menolong Arkan?

 

Tibalah waktu kepulangan sekolah. Arkan dengan lemas berjalan pulang, dan merenung memikirkan kejadian tadi. Sebenarnya, saat smp juga ia mendapat perlakuan yang tidak mengenakan seperti tadi disebabkan dia miskin. Asisten Ryan juga ternyata sudah menunggunya di depan gerbang sekolah siap mengantarkan tuan mudanya ke kantor ayahnya.

 

Di saat hendak memasuki rumahnya, Arkan mendengar keributan di dalam rumahnya. Lalu, ia masuk untuk mencari tahu asal keributan tersebut. Ternyata ada rentenir yang menagih utang. Saat melihat ke sudut rumah, terlihat sang Bapak yang sedang bersembunyi. 

“Bapak sedang apa di situ?” tanya Arkan karena ia sudah kesal sebab bapaknya selalu bersembunyi jika ada rentenir yang ingin menagih utang.

“Pak, saya mohon perpanjang waktunya. Saya pasti akan membayarnya,” ujar Pak Anton. 

“Baiklah saya kasih anda waktu 2 minggu untuk mengembalikan 100 juta saya dan jika tidak anda dan keluarga anda harus cepat bergegas untuk pergi dari rumah ini!” ujar sang rentenir tersebut. 

“Bapak kenapa sih belum bayar utang nya? Kenapa rentenir tadi masih saja datang kerumah kita?” kesal Arkan.

“Maaf nak, Bapak belum mendapatkan pekerjaan tetap yang bisa memenuhi uang sebanyak itu,” jelas Pak Anton.

 

Setelah itu, Arkan bergegas keluar dari rumah entah ingin ke mana. 

“Mau ke mana, Arkan? Nak?” tanya sang Ibu.

“Hanya ingin mencari angin sebentar,” jawab Arkan.

 

Di perjalanan, Arkan terus saja mengomel sendiri karena kesal. Ia kesal karena lahir di keluarga yang ditakdirkan miskin, kenapa dia tak lahir sebagai Ryan saja?

 

Tiba-tiba, ada seorang kakek yang berjualan permen karet mendekat ke arah Arkan. 

“Hei, nak apakah kamu ingin menjadi kaya?” tanya kakek tersebut.

Arkan kaget, seolah kakek itu dapat mendengar isi hatinya.

“Ini nak, kakek punya permen karet. Jika kamu ingin menjadi kaya dengan menukarkan orang tuamu dengan orang yang ingin kamu inginkan hidupnya, kamu bisa makan permen karet ini bersamanya dan di rumahnya,” ujar kakek.

“Apakah bisa? Berapa harganya, Kek?” tanya Arkan.

“Hanya 100 ribu saja kamu bisa mendapatkan permen karet ini, tetapi pastikan kamu tidak akan menyesal. Karena kamu hanya bisa kembali keadaan awal saat menemukan ku di sini lagi,” jelas kakek.

“Oke, aku tidak akan menyesal. Aku ingin menjadi Ryan dan tidak terlibat utang lagi,” ujar Arkan.

 

Singkat waktu, Arkan tiba-tiba diajak untuk main ke rumah Ryan untuk merayakan ulang tahunnya. Dan Arkan berencana ingin melakukan aksinya untuk menjadi kaya.

“Hai Ryan, ini aku ada permen karet untukmu semoga kamu suka,” ujar Arkan

“Terima kasih Arkan, aku akan memakan ini,” ujar Ryan.

Di saat Ryan hendak memakannya, Arkan buru-buru ikut memasukkan permen karet yang sama ke dalam mulutnya. Dan beberapa menit kemudian, diri mereka sudah tertukar.

“Ryan ayo ikut kita main di dalam kenapa malah sama si miskin ini sih,” ujar Elang

Arkan sedikit kaget, karena ternyata permen karet tersebut berfungsi.

“Oke, aku kesana!” ujar Arkan (sebagai Ryan)

 

Berbulan-bulan Arkan sudah menjalani hidupnya menjadi Ryan. Ternyata menjadi Ryan tidak seindah seperti yang ia pikirkan.

“Apaan ini aku jadi tidak suka menjadi kaya, apalagi mempunyai orang tua yang tidak memperdulikan anaknya,” kesal Arkan (sebagai Ryan)

“Sudah punya ayah yang selalu menuntut anaknya untuk jadi pewaris perusahaannya, lalu ibunya Ryan ternyata ia bukan ibu kandung melainkan ibu tiri nya yang sampai sekarang tidak ingin mengakui Ryan sebagai anaknya,” tambah Arkan.

 

Arkan lekas pergi ke rumahnya dulu yang sekarang menjadi rumah Ryan.

“Ryan, ngapain kamu ke sini?” tanya Ryan (sebagai Arkan)

“Tidak, hanya ingin berkunjung saja. Apakah orang tuamu baik-baik saja? Apakah keluargamu masih terlilit utang?” tanya Arkan (sebagai Ryan) yang terdengar sedikit tidak sopan.

“Kenapa memangnya? Apakah kamu iri dengan keluargaku yang harmonis ini? Apakah kamu menyesal berada di lingkungan keluarga kaya tapi tidak harmonis, Arkan?” tanya Ryan (sebagai Arkan)

Seketika Arkan langsung kaget mendengar perkataan Ryan barusan, bagaimana dia bisa tau ini?

“Bagaimana bisa kamu tau kalau aku Arkan?” tanya Arkan dengan penasaran.

“Haha, memang benar dugaanku saat melihat catatan di buku lama ku, di sana terdapat tulisan yang mengatakan permen karet bisa mengubah orang tua kita. Dan aku juga sedikit merasa bahwa aku bukan Arkan dan ternyata aku Ryan bukan?” tanya Ryan

“Iya memang benar kamu Ryan dan aku Arkan. Pada saat itu pasti aku sedang kehilangan akal sampai-sampai ingin menukar orang tuaku. Dan sekarang aku ingin orang tuaku kembali,” ujar Arkan.

“Tidak mau, kamu sudah merampas hidupku. Aku tidak ingin meninggalkan keluargaku yang berharga ini hanya untuk menjadi kaya. Aku tidak sepertimu Arkan!” sarkas Ryan.

 

Dengan langkah cepat, Arkan lalu bergegas mencari kakek tua itu. Tapi sampai malam pun ia tidak menemukan kakek tua tersebut. Akhirnya, nasib naas jatuh ke Arkan. Ia memang berhasil menjadi kaya tapi ia tidak puas karena tidak bahagia.

Risma Zahratunnisa 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar